Hukum Waris Adat Batak
Bangsa Indonesia mempunyai keberagaman budaya dan suku. Letak geografis Indonesia yang berwujud kepulauan mengakibatkan ketidaksamaan kebudayaan yang memengaruhi gaya hidup dan perilaku warga. Kita bisa menyaksikan ini pada beberapa suku yang ada di Indonesia. Salah satunya misalnya ialah suku Batak. Suku batak terdiri kembali jadi bagian-bagian yakni batak toba, batak simalungun, batak karo, batak pakpak danbatak mandailing. Dalam masalah ini Saya ambil ulasan mengenai batak toba.
Hukum Waris Adat Batak Toba
Warga Batak Toba yang ada di daerah daratan tinggi Batak sisi Utara sebagai satu suku yang ada di propinsi Sumatera Utara. Dalam warga Batak Toba, dipisah kembali pada suatu komune seperti sub suku menurut dari wilayah daratan tinggi yang ditinggali. Seperti daerah Silindung yang masuk wilayah di lembah Silindung yakni Tarutung, Sipahutar, Pangaribuan, Garoga dan Pahae. Wilayah Humbang salah satunya Dolok Sanggul, Onan Ganjang, Lintong Ni huta, P sekelilingnya dan akkat. Sementara Toba mencakup Balige, Porsea, Samosir, Parsoburan dan Huta Julu.
Dari ke-3 wilayah Batak Toba itu, mempunyai ketidaksamaan dalam soal tradisi – istiadat , salah satunya ketidaksamaan dalam tata tradisi perkawinan, penyemayaman dalam pembagian peninggalan. Dan dalam tradisi – istiadat ada juga banyak daerah yang paling taat pada dalam tradisi atau dalam kata lain tradisi – istiadat nya benar-benar kuat, itu karena wilayah dan kondisi wilayah yang junjung tinggi mekanisme adat- istiadat. Wilayah yang paling junjung tinggi tradisi – istiadat itu ialah warga wilayah Humbang dan wilayah Toba. Warga ini umumnya selalu menjaga kehidupan dari budaya dan tradisi – istiadat mereka.
Warga Batak yang berpedoman system kekerabatan yang Patrilineal yakni garis turunan diambil dari ayah. Ini kelihatan dari marga yang digunakan oleh orang Batak yang turun dari marga ayahnya. Menyaksikan dari ini jugalah secara automatis jika posisi golongan ayah atau lelaki dalam warga tradisi bisa disebutkan semakin tinggi dari golongan wanita. Tetapi tidak berarti posisi wanita lebih rendah. Apa lagi dampak perubahan jaman yang menyamakan posisi pria dan wanita khususnya dalam soal pengajaran.
Dalam pembagian peninggalan orang tua. Yang memperoleh peninggalan ialah anak laki – laki dan anak wanita memperoleh sisi dari orangtua suaminya atau dalam kata lain faksi wanita memperoleh peninggalan dengan hibah. Pembagian harta peninggalan untuk anak laki – laki pun tidak asal-asalan, karena pembagian peninggalan itu ada kekhususan yakni anak laki – laki yang paling kecil atau dengan bahasa batak nya disebutSiapudan. Dan ia memperoleh peninggalan yang khusus.
Dalam mekanisme kekeluargaan Batak Parmalim, pembagian harta peninggalan tertuju kepada pihak wanita. Ini muncul karena terkait dengan sistem kekeluargaan keluarga berdasar ikatan emosional kekerabatan. Dan bukan berdasar penghitungan matematis dan seimbang, tapi umumnya karena orangtua memiliki sifat adil ke anak – anak nya dalam pembagian harta peninggalan.
Dalam warga Batak non-parmalim (yang telah bersatu dengan budaya dari luar), hal tersebut bisa saja terjadi. Walau besaran harta peninggalan yang dikasih ke anak wanita benar-benar tergantung pada keadaan, wilayah, aktor, doktrin agama diyakini dalam keluarga dan kebutuhan keluarga. Apa lagi ada beberapa orang yang cenderung pilih untuk memakai waris perdata dalam soal pembagian peninggalannya.
Hak anak tiri atau anak tiri bisa disetarakan dengan hak anak kandung. Karena saat sebelum seorang anak dipungut atau diangkat, harus melalui proses tradisi tertentu. Yang mempunyai tujuan jika orang itu telah syah secara tradisi jadi marga dari orang yang mengusungnya. Tapi benar ada beberapa macam harta yang tidak bisa diturunkan ke anak tiri dan anak tiri yakni Pusaka turun – turun-turun temurun keluarga. Karena yang memiliki hak mendapat pusaka temurun keluarga ialah turunan asli dari orang yang mewarisi.
Dalam Ruhut-ruhut ni tradisi Batak (Ketentuan Tradisi batak) terang di situ diberi pembagian peninggalan untuk wanita yakni, dalam soal pembagian harta peninggalan jika anak wanita cuma mendapat: Tanah (Hauma pauseang), Nasi Siang (Cantikan Arian), peninggalan dari Kakek (Dondon Tua), tanah sekedar (Hauma Punsu Tali).
Dalam tradisi Batak yang berkesan Kuno, ketentuan tradisi – istiadatnya lebih berkesan ketat serta lebih tegas, itu diperlihatkan dalam pewarisan, anak wanita tidak memperoleh apapun. Dan yang terbanyak dalam mendapatkan peninggalan ialah anak Bungsu atau disebutkan Siapudan. Yakni berbentuk Tanak Pusaka, Rumah Induk atau Rumah warisan Orangtua dan harta lainnya nya dibagikan sama rata oleh semua anak laki – laki nya.
Anak siapudan pun tidak bisa untuk pergi tinggalkan kampong halaman nya, karena anak Siapudan itu telah dipandang seperti penerus ayahnya, misalkan bila ayahnya Raja Huta atau Kepala Daerah, karenanya Turun ke Anak Bungsunya (Siapudan).
Bila kasusnya orang yang tidak mempunyai anak lelaki karena itu hartanya jatuh ke tangan saudara ayahnya. Sementara anak wanitanya tidak memperoleh apa saja dari harta orang tuanya. Dalam waris adatnya atur jika saudara ayah yang mendapat peninggalan itu harus memberikan nafkah semua keperluan anak wanita dari sang ahli waris sampai mereka berkeluarga.
Dan akibatnya karena peralihan jaman, ketentuan tradisi itu tak lagi banyak dilaksanakan oleh warga batak. Terutamanya yang telah berpendidikan dan mengelana. Selainnya dampak dari waris perdata nasional yang dipandang lebih adil untuk semua anak, dengan ada kesamaan genderdan kesamaan hak di antara laki – laki dan wanita karena itu pembagian peninggalan dalam warga tradisi Batak Toba sekarang ini telah ikuti tekad dari orang yang ingin memberi peninggalan.
Jadi tinggal beberapa orang yang tinggal di daerah atau wilayah lah yang memakai waris tradisi seperti pada atas. Banyak hal positif yang bisa diambil kesimpulan dari waris waris tradisi dalam suku Batak Toba yakni lelaki bertanggungjawab membuat perlindungan keluarganya, jalinan kekeluargaan dalam suku batak tidak pernah putus karena ada marga dan peninggalan yang memvisualisasikan turunan keluarga itu.
Di mana juga orang batak ada tradisi istiadat(partuturan) tidak pernah lenyap. Untuk orangtua dalam suku batak anak sangat penting untuk diperjuangkan khususnya dalam soal Pengajaran. Karena Ilmu dan pengetahuan ialah harta peninggalan yang tidak dapat di dihilangkan atau menghilangkan. Dengan ilmu dan pengetahuan dan pengajaran karena itu seorang akan mendapatkan harta yang berlimpah dan mendapatkan posisi yang lebih bagus dikehidupan nya nanti.
Komentar